Tuesday, 1 November 2016

SEJARAH DESA GEMBONG

Nama GEMBONG diambil dari kata gembong yang arti Jawanya adalah dedekotnya penjahat (salah sai icon daerah gembong waduk seloromo). Dinamai seperti itu karena di sana waktu dulu ada tokoh penjahat yang bernama Kencong Barong.
Pada zaman dahulu, Kencong Barong adalah orang yang sangat jahat dan sombong. Semua orang harus mematuhi perintahnya, tidak ada satupun yang berani dengannya. Saat itu, Pemerintah Belanda akan perang melawan Kencong Barong. Tetapi, Belanda tidak berani dan bilang kalau sudah kalah. Akhirnya, Belanda kembali ke asalnya. Kencong Barong mulai jahat dan sombong lagi karena kekuatannya. Lalu, Pemerintah Belanda mengirimkan prajurit untuk memata – matai Kencong Barong. Setelah kencong tahu, ia langsung pergi ke Belanda bersama prajuritnya.
Tak lama kemudian, Kencong Barong kembali ke asalnya. Sifat Kencong Barong berubah menjadi baik. Walaupun baik, warga masih tetap hormat kepada Kencong Barong. Kehidupan wargapun menjadi tentram dan makmur. Akhirnya, Kencong Barong menjadi orang yang terhormat. Dari hari ke hari, tahun ke tahun, Kencong Barong semakin tua dan meninggal dunia. Untuk mengenang jasanya, wilayah mereka diberi nama Desa Gembong yang artinya dedekotnya penjahat. Desa itu dibagi beberapa dukuh. Diantaranya, Dukuh Bergat diberi nama itu karena di tempat tersebut banyak pohon bregat, yaitu pohon besar yang menyerupai pohon beringin. Dukuh Ngembes, karena di tempat tersebut banyak mata air yang terus keluar yang tidak pernah habis dan orang menyebutnya mbes – mbes. Sedangkan Dukuh Gembong berasal dari kata Gembong yang berarti dedekotnya penjahat.
Dulu sebelum Indonesia merdeka, terjadi suatu kejadian di suatu daerah yang diangkat dari situs di daerah tersebut yang ada pada zaman dahulu berupa sumur gedhe.
Konon pada zaman dahulu kala tumbuh sepasang pohon beringin di suatu daerah, tepatnya pohon beringin itu tumbuh terpisah. Kata orang terdahulu pohon
itu tumbuh terpisah dengan jenis yang berbeda yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Pohon itu tumbuh subur dan sangat tinggi. Karena tingginya, sehingga pohon itu bisa tampak dari jarak yang sangat jauh. Ternyata kedua pohon itu mempunyai kesamaan karena di bawah kedua pohon itu terpancar suatu sumber mata air yang jernih sehingga dapat dimanfaatkan untuk 
kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat sekitar. Tak hanya itu, sumber air itu dapat menyembuhkan penyakit pa saja jikalau air tersebut diambil oleh seorang pertama kali. Walaupun saat musim kemarau panjang sumber air itu tetap memancarkan air tetapi pancaran air dari kedua pohon beringin itu tidak dapat mengalir kemana-mana yang biasa dikatakan oleh orang jawa dengan bahasa ngembong. Dengan adanya peristiwa itu sehingga masyarakat menamai daerah itu Desa Gembong.
Akhirnya oleh penduduk sekitar di kedua titik sumber tersebut dibangun sumur dan dengan bertambahnya usia beringin tersebut mati. Tetapi anehnya banyak orang mengalami kejadian buruk di sumur tersebut. Terkadang orang menjumpai ular di dalam sumur tersebut dan suara tangisan bayi, sehingga sumur itu dikeramatkan dan setiap kali ada acara pernikahan diharuskan untuk membuat sesaji dan ditaruh di bawah pohon beringin serta dibawa ke makam-makam yang biasa disebut nyadran.
Dulu adat ini wajib dilakukan, tetapi seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai mengikuti era globalisasi sehingga adat ini mulai ditinggalkan karena dianggap oleh masyarakat sebagai wujud penyembahan kepada roh halus dan melanggar syariat agama. Adat yang masih dilakukan sampai saat ini adalah megengan dan ketupatan. Adat megengan biasa dilaksanakan sebelum menunaikan ibadah puasa, sedangkan ketupatan dilakukan 15 hari sebelum bulan puasa dan 6 hari sesudah bulan puasa.
Sampai saat ini kedua sumur itu masih ada tetapi tidak dipergunakan oleh masyarakat sekitar. Sekian ulasan awal mula dari Desa Gembong yang sangat menarik untuk dikunjung


No comments:

Post a Comment