Sunday, 20 November 2016

Tiga Jasad Nelayan Korban Tabrakan Kapal di Tuban Ditemukan

 Tuban - Tiga dari 15 nelayan yang hilang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, Minggu sore 20 November 2016. Jenazah tiga nelayan ditemukan tak jauh dari Kapal Motor Mulya Sejati yang terbelah akibat ditabrak Kapal Thailand MV Thaison IV.

Kepala Seksi OperasionalBasarnas Surabaya, Gusti Anwar mengatakan tiga jasad ditemukan setelah tim gabungan mengintensifkan pencarian di sekitar bangkai Kapal Motor Mulya Sejati, tak jauh dari Pelabuhan Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban.

Begitu badan kapal digeser, kata dia, tiga korban menyembul dari air. Padahal pencarian dengan helikopter dan kapal motor sempat kesulitan. Ketiga korban akhirnya dievakuasi dan dibawa ke daratan, sekitar pukul 14.15 waktu setempat.

Pencarian para korban melibatkan Badan SAR Nasional (Basarnas) Surabaya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban, Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Jawa Timur dan nelayan lokal, mulai Minggu pagi hingga petang. ”Masih diteruskan,” ujar Gusti Anwar di Tuban, Minggu, sore.

Sebab, masih ada 12 nelayan yang hilang di perairan laut Jenu, Tuban, pada 19 November 2016. Pencarian bakal berlanjut hingga Senin 21 November 2016. Sebelum kecelakaan, Kapal MV Thaison IV dengan 22 orang awak berlayar menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya . Posisinya sekitar 8 mil di sebelah utara pelabuhan TPPI. Sedangkan Kapal Mulya Sejati dengan 27 orang nelayan sedang lego jangkar, penumpangnya tidur.

Sebanyak 12 korban sudah ditemukan dalam keadaan selamat. Sementara itu, semula 15 nama Anak Buah Kapal (ABK) kapal Indonesia masih belum diketahui nasibnya. Tiga jasad yang ditemukan belum diketahui identitasnya.

Namun dari lima belas nama tersebut adalah Anto, Jarto, Wanidi, Rasiti dan Warno, berasal dari Kabupaten Pekalongan. Kemudian Cahyono, Purnomo, keduanya berasal dari Ngerang. Joko Purnomo berasal dari Pasucen, TrangKil, Pati. Nur Slamet dari Margotuwu, Sunardi dari Telogomojo, serta Karjani dari Rembang dan Bayu dari Kabupaten Kudus. Dalam daftar pencarian juga ada tiga orang berasal dari Kudus dan dua dari Gembong, tetapi identitasnya tidak ada.

“Datanya sudah kami sebarkan,” ujar Kepala BPBD Tuban, Joko Ludiono,dalam keterangannya, Minggu 20 November 2016.

WHY

Tabrakan di Tuban, Kapal Mulya Sejati Terbelah Dua

Kapal Thaison 4 berbendera Vietman dengan nomor kapal GT 8216 AIMO 9370587 bertabrakan dengan kapal motor Mulya Sejati asal Pati, Jawa Tengah, Sabtu (19/11/2016).
Kepala Kantor SAR Surabaya Mochamad Arifin menyebutkan bahwa akibat tabrakan tersebut kapal motor Mulya Sejati terbelah dua. Oleh karena itu, personel pun diturunkan untuk mencari korban yang diketahui belum ditemukan.
Kapal terbelah dua. Personel terlungkup. ABK yang selamat 12 orang. Sedangkan 15 orang masih dalam pencarian Kapal KN225 basarnas. Personel di sandar di mv yang menabrak," ujarnya kepada Potret Gembong Sabtu (19/11/2016).
Arifin mengatakan bahwa kendaraan rescue dengan tujuh personil ikut membantu. Selian itu, ada pula heli Dolphin yang diturunkan untuk mencari korban yang hilang.
"Kapal KN225 kantor SAR Surabaya dengan personel 15 orang rescue truk 7 orang heli dolpin personel 6 orang potensi SAR, Pol Air dan BPBD Tuban," WHY


Friday, 18 November 2016

Niamah warga Desa Bringin Kecamatan Gembong tetap tekuni pembuatan arang dari batok kelapa.

Siapa yang menyangka, sampah batok kelapa yang biasanya di buang di tempat sampah bisa dimanfaatkan menjadi bahan kimia dan penyulingan air bersih. Itulah yang menjadi alasan Niamah warga Desa Bringin, Kecamatan Gembong tetap tekuni pembuatan arang dari batok kelapa.

Sunday, 13 November 2016

KAPTEN ABDUL WAHID DANRAMIL GEMBONG


NAMA: ABDUL WAHID
PANGKAT/CORP: KAPTEN ARH
NRP: 594944
JABATAN: DANRAMIL 11/GEMBONG
SATUAN: KODIM 0718/PT
TANGGAL LAHIR: 21-06-1962
TEMPAT LAHIR: PATI
SUKU BANGSA: JAWA
AGAMA: ISLAM

CERIPING KETELA RASA BAWANG dari DESA PLUKARAN, GEMBONG, PATI

Selain menjadi petani, selangkah lebih maju, masyarakat desa Plukaran juga membuka industry rumah tangga yang memanfaatkan hasil pertanian domestik. Mereka mengolah hasil pertaninan tersebut menjadi aneka  olahan makanan yang memiliki nilai jual lebih tinggi dan pasar yang lebih luas. Beberapa UKM yang telah berkembang yaitu:

1.       CERIPING SINGKONG
Produksi ceriping singkong yang terkenal akan rasanya yang khas serta banyak digemari berlokasi di dusun Bengkal, Desa Plukaran. Di dusun ini terdapat empat industry rumah tangga ceriping singkong yang dikelola secara individu namun mereka tergabung dalam sebuah kelompok mitra. Mereka adalah:
1.       Ibu Karsini dengan label “PITALES”, telah mendapat PIRT dari Dinas Kesehatan.
2.       Ibu Sripah dengan label “PUTRI SINGKONG”
3.       Ibu Fuati dengan label “CERIPING KETELA RASA BAWANG”, dan
4.       Ibu Arif yang tergolong baru dan belum memberikan label pada produknya.

Keempat jenis ceriping ini memilki kemiripan rasa tetapi jika dirasakan betul-betul masing-masing memiliki rasa yang khas juga tekstur dan tingkat keempukan serta kerenyahan yang berbeda. Meskipun demikian, proses pembuatan yang dilakukan keempat produsen ini memiliki langkah-langkah yang sama yakni sebagai berikut:

-          Pengupasan singkong (kulit singkong bisa digunakan sebagai makanan ternak)

-          Pemotongan singkong menjadi bagian yang tipis-tipis, bisa berbentuk melingkar atau memanjang

-          Perebusan singkong yang telah dipotong, singkong direbus hingga agak empuk tapi tidak terlalu matang

-          Perendaman. Setelah singkong direbus, singkong direndam dalam bak atau ember besar selama dua hari

-          Penjemuran. Setelah direndam, singkong dijemur dibawah sinar matahari hingga benar-benar kering

-          Setelah dijemur, bakal ceriping ini dibumbui secara merata

-          Pengorengan

-          Pengemasan


Proses produksi ini rata-rata memakan waktu 3-4 hari sampai proses pengemasan.


Keempat ceriping singkong ini telah memiliki pelanggan masing-masing sehingga mereka tak perlu memasarkannya lagi.  Meski berbeda-beda dalam hal rasa dan tekstur keripik yang dihasilkan, serta memiliki brand yang bersaing, dalam hal pemasaran keempatnya selalu over-demand. Bahkan, mendekati hari raya mereka sampai menolak beberapa permintaan karena tak bisa memproduksi ceriping sesuai jumlah permintaan, rata-rata, mereka hanya mengolah 2-4 sak singkong dalam satu hari. Kurangnya produk ini  dikarenakan beberapa faktor diantaranya cuaca, karena dalam proses pembuatannya mengandalkan sinar matahari untuk proses penjemuran, dan faktor ketersediaan bahan baku singkong.
Telah ada inisiatif yang ditawarkan sebagai alternative sinar matahari yaitu oven untuk mengeringkan singkong yang telah direndam. Namun, mereka selalu berdalih bahwa penjemuran alami akan memberikan cita rasa yang khas dan mereka lebih memilih bertahan dengan mengandalkan cuaca meski terkadang cuaca tak bisa diandalkan dan berdampak pada berkurangnya hasil produksi.
Mereka tak berinisiatif untuk memperluas usaha mereka dan menarik pekerja dari luar, selama ini mereka hanya mengandalkan tenaga dari keluraga sendiri. Hal ini dikarenakan tidak adanya tempat produksi yang luas jika ingin memprluar usaha dan pesimisme mereka akan cuaca yang terkadang tak bisa diandalkan. Mereka telah cukup puas dengan hasil yang mereka peroleh sejauh ini.
Berikut adalah daftar harga ceriping singkong untuk masing-masing brand.

A.      Ibu Karsini “PITALES”

CP: 085740720663
Lingkup pasar            : Pati, Colo, Kudus
-Telah mendapat PIRT dari Dinas Kesehatan
-Juga memproduksi ceriping pisang
Harga dalam kemasan yang ditawarkan pada pengepul:
2 ons             :               Rp3500
¼ kg               :               Rp5000
½ kg               :               Rp10000
2 kg                :               Rp35000
2.5 kg            :               Rp43000
Harga di pasar akan lebih tingga lagi

B.      Ibu Sripah “PUTRI SINGKONG”
CP: 0858655600195
Tahun berdiri             : 2007
Lingkup pasar            : Gembong dan sekitar Muria
½ kg               :               Rp20000

C.      Ibu Fuati “CERIPING KETELA RASA BAWANG”
Tahun berdiri                     : 2011
Lingkup pasar                    : Gembong
2 ons             :               Rp3000
½ kg               :               Rp9000
1kg                 :               Rp18000

Usaha Tiga Generasi, Tape Gembong Bertahan Dari Terpaan Zaman

Kecamatan Gembong yang terletak di lereng Gunung Muria selama ini dikenal sebagai destinasi wisata dengan panorama alam - nya yang asri dan indah. 

Sebut saja  Waduk Seloromo Gembong dan Waduk Gunung Rowo  dan kawasan Perkebunan Kopi Jolong yang selama ini identik sebagai tujuan wisata. Daerah ini juga mendunia lewat produk holtikultura be - rupa jeruk Pamelo Madu Ba - geng. Tak hanya itu, daerah yang mayoritas penduduknya ber pro fesi petani ini juga memiliki kuliner khas yang sangat ter kenal, yakni tape Gembong. 

Usaha pembuatan jajanan ini bahkan sudah berumur 60 ta hun dan sudah sampai generasi ketiga. Salah satunya adalah Sawi. Perempuan paruh baya ini mengikuti jejak orang tuanya membuat tape untuk dijual di Pasar Puri Baru, Kecamatan Pati. Setiap hari, ia mengha bis - kan satu kuintal ketela pohon untuk dijadikan makanan yang bertekstur lembut tersebut. 

Dibantu suaminya, Jasri, dan dua anaknya, Sawi meng - habiskan hari setelah selesai berjualan untuk membuat tape di rumahnya di Dukuh Bergad, Desa Gembong RT 4 RW 8 Ke - ca matan Gembong. Di wilayah tersebut, ada empat pengusaha tape besar dan beberapa peng - usaha tape kecil yang menjadi - kan usaha tersebut sebagai usaha sampingan saja. 

“Keluarga kami berjualan tape di pasar Puri sejak 40 ta - hun yang lalu, biasanya pulang ke Gembong sekitar pukul 09.00 atau 0.00 WIB, atau me - nyesuaikan habisnya dagang - an,” ujarnya, Senin (7/11). Sawi menceritakan, untuk membuat tape diperlukan wak - tu tiga hari dua malam. Tahap - an dimulai dari mengupas kete - la hingga tape tersebut siap dikonsumsi. Untuk penge mas - an ada yang masih mengguna - kan cara tradisional, yaitu menggunakan daun pisang, dari besek dari anyaman bambu dan memakai plastik. 

Sementara untuk harga, ia biasa menjual setiap 1 kg tape dengan harga Rp6.000. Namun, Sawi juga biasa menjual tape dalam kemasan kecil seharga Rp2.500. Pengusaha tape Gembong lainnya, Jumi, malah sudah meng gunakan besek untuk dija - dikan wadah tape. Dia me milih menggunakan besek ka rena tam pilannya yang lebih me narik dan mudah dibawa, terutama jika dijadikan oleh-oleh. 

“Dalam satu hari, kami bisa menjual an - ta ra 80-100 besek tape Gem - bong. Untuk satu be sek, kami jual Rp5.000,” tutur wanita yang sudah menjalani usaha tape selama 30 tahun lebih tersebut. Daya tahan tape yang hanya bertahan selama dua hari men - jadikan Sawi maupun Jumi ka - lang kabut jika dagangan sedang sepi. Padahal, dalam beberapa tahun ini, peminat tape memang terus menurun. 

Itulah yang membuat mereka sedikit demi sedikit mengu - rangi jumlah produksi harian untuk meminimalisasi ba nyak - nya tape yang terbuang. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperin - dag) Kabupaten Pati Riyoso melalui Kabid Perdagangan Edy Sutikno mengatakan, selama ini pihaknya sudah mempunyai program pengembangan UMKM meliputi pelatihan teknis produksi hingga pelatihan pemasaran produk. 

“Apalagi, sesuai Perbup Nomor 29 tahun 2015 terkait pencanangan sikap cinta produk budaya asli wong Pati, maka setiap toko modern di Pati wajib membuat pojok UMKM yang akan diisi produkproduk asli Pati

DIBANGUNLAH MONUMEN PATUNG Ali Machmoedi dipasar gembong sekitar tahun 1974-1975.

Peperangan di kawasan Muria antara prajurit Indonesia melawan Belanda berlangsung selama bertahun-tahun. Ditandai agresi militer pertama pada 21 Juli 1947, Belanda melakukan serangan besar-besaran dari laut, darat, dan udara.

Serangan dari laut dilakukan di Jepara dengan menembakkan meriam yang mengakibatkan kawasan pantai Jepara hancur. Belanda berhasil mendarat di Pulau Mandalika yang sebelumnya dikuasai tentara Indonesia. Seorang prajurit Angkatan Laut tewas dalam pertempuran ini dan penjaga mercusuar ditawan (Lisiyas, dkk, 1973).

Pada hari yang sama, Belanda membombardir kota Kudus dari udara. Pesawat tempur P-15 Mustang yang dikenal sebagai si cocor merah itu memuntahkan pelurunya di beberapa titik. Seperti di sekitar rumah paseban kabupaten, pabrik Muriatex, dan Stasiun Kereta Api Wergu. Beruntung, walau terjadi kerusakan fisik tetapi tidak ada korban jiwa dalam serangan itu.

Peperangan berlangsung kembali ketika Belanda melakukan agresi militer kedua pada 19 Desember 1948. Kali ini Belanda bisa melakukan serangan melalui darat. Demak yang dikuasai Belanda menjadi pintu masuk untuk melakukan serangan ke Kudus.
Kudus berhasil dikuasai pada hari itu juga dan kota ini langsung dijadikan sebagai pusat pergerakan untuk menguasai daerah Jepara, Pati, dan sekitarnya. Memanfaatkan fasilitas yang ada di Kudus, Belanda membentuk beberapa markas, seperti Plaatselijk Militair Commando (PMC), Inrichtingen Voor Geheimsche Dienst (IVG), Netherlands Expeditionary Forces Intelligence Service (NEFIS), Militair Politie (MP), dan lain sebagainya. Belanda juga mengambil alih pabrik gula Rendeng.

Bupati Militer
Peperangan membuat situasi pemerintahan sipil berjalan tidak normal. Pada 22 Desember 1948 atas perintah Markas Besar Komando Djawa dibentuklah pemerintahan militer untuk seluruh wilayah Jawa.
Di kawasan Muria yang meliputi Kudus, Jepara, dan Pati dibentuk Komando Daerah Muria. Markasnya di Desa Bageng, Kecamatan Gembong, Pati. Di sinilah pemerintahan militer untuk kawasan Muria bermarkas dengan Kapten Ali Machmoedi sebagai komandannya. Yang menjadi bupati militer Kudus adalah Kapten Kahartan. Yang menjadi bupati militer Jepara adalah Kapten Soedjarwo, dan bupati militer Pati adalah Kapten Soewardjo Nitiprawiro.

Beberapa kali Ali Machmoedi dan pasukannya melakukan serangan dan penghadangan tentara Belanda hingga akhirnya saat bertempur di Desa Bergad, Pati, Ali Machmoedi tertembak dan gugur. Sejak saat itu Komando Daerah Muria dipimpin oleh Mayor Kusmanto dan memindahkan markasnya ke Desa Glagah Kulon, Kecamatan Dawe, Kudus. Mayor Kusmanto mempunyai pasukan elite yang bernama pasukan Macan Putih. Nama ini diambil dari mitos seekor macan sakti yang ada di sekitar markas.
Dari terbentuknya Komando Daerah Muria pada 1948 hingga Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, pasukan Kusmanto terus melakukan perlawanan. Dalam pertempuran di Bangsri Jepara telah gugur Letnan Wijotomoeljo dan beberapa prajurit ditawan. Begitu juga dalam pertempuran di Kudus, Letnan Marboko tewas dan Kapten Marwoto hilang.

Di luar nama-nama itu banyak kusuma bangsa yang tidak tercatat namanya karena tidak jelas identitasnya. Kemudian jasad-jasadnya dikumpulkan dan dimakamkan di satu tempat di Desa Kaliputu, Kudus. Makam ini kemudian diresmikan menjadi Makam Pahlawan Setya Pertiwi pada 1 Januari 1950.
Kondisi Monumen
Kita tidak perlu meragukan rasa nasionalisme dan patriotisme orang-orang yang telah berperang di kawasan Muria. Mereka telah membuktikannya dengan pengorbanan nyawa. Tetapi sayangnya, generasi sekarang tak banyak yang mengetahui kisah ini.
Ada beberapa hal yang membuat kisah pertempuran di Muria tidak banyak dikenal masyarakat. Di antaranya, karena minimnya sejarah tertulis dari kisah tersebut. Orion, salah seorang murid SD di Kecamatan Bae, Kudus mempertanyakan kebenaran kisah perang di Muria. Alasannya, dia tidak pernah menemukan tulisan itu dalam buku pelajarannya. Gurunya pun tidak pernah bercerita.

Untuk mengenang peristiwa itu, pihak TNI telah membangun sebuah monumen sederhana di tanah bekas milik Modirono Saboe di Desa Glagah Kulon, Dawe Kudus pada 1973. Monumen ini berada di sela-sela rumah penduduk dan tidak di pinggir jalan raya sehingga tidak begitu tampak. Jika diamati lebih jeli, kondisi monumen ini sudah lapuk mesti baru saja dicat ulang.
Apa pun bentuknya monumen itu adalah benda mati. Agar membawa manfaat lebih dia harus ‘dihidupkan’ melalui tulisan maupun lisan. Di tengah maraknya tawuran pelajar dan mahasiswa, sentuhan sejarah perlu diberikan kepada generasi penerus agar mereka menghormati pengorbanan para pejuang. DIBANGUNLAH MONUMEN PATUNG Ali Machmoedi dipasar gembong sekitar tahun 1974-1975.

komunitas omah dongeng marwah berkunjung di Makam Kapten Ali Mahmudi

kawan2 sejarawan pati, Dulur2 jaringan edukasi napak tilas kudus dan adik2 komunitas omah dongeng marwah yang sudah berkunjung di Makam Kapten Ali Mahmudi..
Perjuangan Berlanjut..!!

Wednesday, 9 November 2016

Pengrajin miniatur truk kayu dari desa gembong kualahan menerima pesanan

Rey Art Stations Caroceries



Pengrajin miniatur truk kayu limbah asal Dk.bergad - gembong
Pada jaman sekarang, sudah jarang sekali kita temui anak-anak yang bermain mobil-mobilan yang terbuat dari kayu. Makin banyaknya mainan-mainan baru yang lebih canggih, membuat mainan jaman dulu semakin terpinggirkan. Anak-anak sekarang lebih memilih bermain mobil remote daripada mobil kayu. Hal inilah yang menyebabkan pembuat mobil mainan berbahan kayu menjadi berkurang. Hanya ada beberapa orang saja yang masih memproduksi mainan mobil dari kayu, yang salah satunya adalah Riman 

Riman (30) adalah salah satu pembuat mobil mainan berbahan kayu dari Malang yang masih bertahan sampai sekarang. Mansur menceritakan bahwa dirinya memulai usaha membuat mainan mobil kayu ini sejak 3 tahun yang lalu. Sebelumnya memulai usaha ini, dia mengaku bekerja serabutan menjadi karyawan di pabrik plastik semarang, dan juga tukang bangunan pernah dia jalani.


Namun sejak tahun 2013 menginjak usianya yang ke 30, Riman  merasa dirinya sudah tidak mampu lagi untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat sehingga dia mulai membuat mainan mobil-mobilan dari kayu. Riman mengaku tidak pernah belajar kesiapapun untuk membuat mainan mobil kayu ini. Sejak kecil dia sudah terbiasa membuat mainannya sendiri, termasuk membuat mainan mobil kayu ini.

Riman menjelaskan tidak semua orang bisa membuat mobil-mobilan dari kayu, dibutuhkan jiwa seni dan ketelitian untuk membuatnya. Ketiga anaknyak saja tidak ada yang bisa membuat mainan mobil-mobilan ini. 

Sempat ada orang yang menanyakan harga Truk dari kayu buatanya, lalu dirinya menjawab kalau harga Truk itu Rp. 350.000,-. Setelah dirinya menyebutkan harganya, orang itu cukup terkejut dengan harga Truk yang menurut orang itu terlalu mahal. Dalam hati Riman r berkata, orang ini tidak tahu proses dan lama pembuatanya sehingga orang ini menganggap harga tersebut terlalu mahal, cerita riman.

Riman menjual mainan mobil kayunya dengan harga berkisar Rp. 40.000-350.000,- per buahnya. Harga ini tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya. Kayu yang digunakan untuk membuat mobil kayu yaitu kayu sengon. Pelanggannya banyak dari luar kota yang langsung datang kerumahnya untuk memesan. Rumahnya sendiri berlokasi di jln raya gembong bermi km.1 RT 01 RW 08 dukuh bergat Kecamatan gembong Kabupaten pati. Pelanggannya biasa diminta untuk memberikan foto kendaraan yang ingin dipesan agar memudahkan Mansur untuk membuatnya.

Dulu juga ada orang yang ingin bekerjasama dengan Riman, dirinya diharuskan membuat 50 mobil mainan kayu per minggunya. Namun dia tolak karena dia tidak mampu memproduksi mobil mainan sebanyak itu. “Saya gak punya karyawan, jadi semua proses saya lakukan sendiri” ucapnya.
Riman mengaku bahwa usahanya ini selain untuk penghasilan juga sebagai hiburan bagi dirinya. Saat dirinya mulai mengerjakan membuat mobil mainan, asalkan ada kopi, rokok dan pisang dia bisa lupa waktu dan lupa makan saat mengerjakannya.

“Daripada duduk diam melamun, mending saya gunakan untuk membuat mainan ini. Masalah laku gak laku itu Tuhan yang ngatur, namun Alhamdulillah sampai sekarang cukup untuk makan”, ujarnya.
Riman  juga menceritakan pengalamannya, bagaimana orang tertawa melihatnya berjualan dari jauh, semakin dekat orang itu juga tetap tertawa melihat saya. Kemudian saya tanyakan ke orangnya, kenapa sampean (anda) tertawa?, kemudian orang itu menjawab; 

"saya teringat masa kecil saya sering mainan mobil-mobilan dari kayu, tapi saya heran rupanya masih ada ya yang jualan mobil-mobilan kayu seperti ini” cerita riman.


Sekarang anak-anak kebanyakan lebih memilih untuk membeli mainan mobil remote daripada mobil kayu, meski demikian saya tetap akan membuat dan menjual mainan mobil-mobilan dari kayu karena itu keahlian saya, tutur Riman menutup perbincangan.

Aneka Mobil-mobilan Karya ryman





Monday, 7 November 2016

Air Terjun Tedunan Pati

Air terjun tedunan merupakan salah satu air terjun yang berada di Kota Pati. Tepatnya di Dusun Jonggol Desa Sitiluhur Kecamatan Gembong Pati. Air terjun ini memiliki ketinggian -+ 60 meter dan mempunyai kolam dibawahnya dengan kedalaman 1 meter.


Saat ini air terjun tedunan masih sepi oleh pengunjung dikarekan tempatnya yang tersembunyi dan belum diketahui oleh banyak orang. Lingkungan yang masih asri membuat kawasan ini begitu indah.

Untuk menuju ke kawasan Air terjun, anda harus berjalan sejauh 300 meter dari Dukuh Jonggol karena akses jalan yang lumayan terjal. Anda akan melewati sungai dimana tempat air mengalir dari air terjun ini.


Jangan lupa membawa bekal makanan jika anda berniat untuk menuju kekawasan ini karena dikawasan air tedunan tidak ada warung atau penjual makanan.

Air Terjun Grenjengan Jolong Pati



Air Terjun Grenjengan Jolong terletak di Kabupaten Pati tepatnya di Desa Jolong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Untuk menuju ke sana anda bisa menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari pusat Kota Pati. Air Terjun Grenjengan Jolong ini masih benar-benar asri karena terdapat di daerah pegunungan dimana di sekitar tempat ini dikelilingi oleh perkebunan kopi. Jadi sudah pasti hawa dingin dan rindangnya pepohonan adalah ciri khas dari daerah ini. Nah gimana makin penasaran bukan? silahkan berkunjung di air terjun grenjengan ini dijamin nggak bakalan nyesel deh.

Air Terjun Grenjengan Jolong merupakan salah satu air terjun menakjubkan yang ada di Kabupaten Pati. Air terjun ini masuk ke dalam kawasan Objek Wisata Kebun Jolong. Lokasinya sendiri berada di bawah Agrowisata Kebun Jolong. Untuk sampai ke lokasi air terjun ini, kita bisa menggunakan sepeda motor atau menggunakan kereta khusus yang disediakan oleh pengelola tempat wisata kebun Jolong. Jika anda hobi naik gunung, jalan kaki adalah pilihan yang tepat untuk menuju lokasi sambil menikmati indahnya  alam sekitar.

Jika dibandingkan dengan air terjun lain yang ada di wilayah pati, Air Terjun Grenjengan Jolong sudah terkelola dengan baik. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pengunjung sudah terbangun dengan baik. Meskipun demikian keasrian dan kealamian Air Terjun Jolong masih tetap terjaga.




Thursday, 3 November 2016

Tikungan Trowelo Rawan Kecelakaan

PATI -Warga mengeluhkan matinya sejumlah lampu penerangan jalan umum (LPJU) di sepanjang jalur Pati- Gembong terutama di tikungan Trowelo, Desa Wonosekar, Kecamatan Gembong.
Menurut pengakuan warga, sudah hampir dua bulan lampu penerangan di daerah tersebut mati. Kondisi itu turut diperparah dengan kondisi jalan yang sempit dan memiliki trak yang cukup membahayakan, yakni menikung tajam dan menanjak.
Akibatnya, banyak kejadian kecelakaan lalu lintas terjadi kawasan tersebut. Situasi tersebut dinilai membahayakan, apalgi jalur tersebut merupakan akses utama Pati- Gembong dan juga salah satu jalur wisata religi ke Sunan Muria. Banyaknya pengemudi yang berasal dari luar daerah dan tidak mengetahui kondisi medan mengakibatkan daerah tersebut rawan kecelakaan.
Aris Kurniawan, warga Desa Bageng, Kecamatan Gembong yang seringkali melintas di tempat tersebut mengaku khawatir saat melintas di jalur tersebut khususnya saat malam hari. Dirinya bahkan harus memperlambat laju kendaraan lantaran kondisi jalan yang begitu gelap.
“Padahal di dua sisi tidak ada rumah atau bangunan. Jadi benarbenar tidak ada penerangan kecuali lampu motor. Itupun tentunya juga tidak bisa benar-benar terang,” keluh Aris. Kondisi semakin berbahaya saat hujan turun. Tidak adanya lampu penerangan ditambah hujan deras membuat jarak pandang terbatas.
“Yang ditakutkan bila tiba-tiba ada kendaraan yang melaju kencang dari arah atas saat di tikungan. Karena kalau jaraknya sudah terlalu dekat tentu tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” imbuhnya. Kapolres Pati, AKBPR Setijo Nugroho melalui Kapolsek Gembong AKP Sugino kepada Suara Merdeka saat dikonfirmasi mengamini bahwa di jalur tersebut rentan terjadi kecelakaan.
Hanya saja kecelakaan yang terjadi adalah laka tunggal. “Kasus terakhir terjadi pada Selasa (23/2) ketika terjadi kecelakaan tunggal yang melibatkan mobil Toyota Avanza. Kendaraan itu bahkan harus diderek lantaran mengalami kerusakan yang cukup parah,” terang AKPSugino.
Pihaknya berharap agar instansi terkait segera merespon. Sehingga ke depan tidak terjadi lagi korban kecelakaan lainnya. Terlebih pengemudi dari daerah luar. “Kami pantau ada sekitar lima titik yang mendesak untuk dilakukan perbaikan secepatnya. Karena jalur ini memiliki kriteria tikungan semu dan tikungan tajam yang cukup banyak,” kata Kapolsek.
Lima titik yang dimaksudkan seperti titik sebelum MTs Wonosekar, tikungan sebelum Trowelo, tikungan Trowelo, dan dua titik lainnya berada di atas Trowelo atau dekat pertigaan Kedungbulus. “Di dekat pertigaan Kedungbulus terdapat tikungan semu namun LPJU-nya mati dan satunya terlalu gelap lantaran tertutup rimbunnya daun

Pabrik Kopi Jollong. Perusahaan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda


Pabrik Kopi Jollong. Perusahaan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda ini menawarkan sejumlah pemandangan menakjubkan.
Kebun Petik
Kompleks pabrik yang berada dalam naungan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Kebun Jollong ini sarat nilai sejarah. Bangunan pabrik kopi yang masih beroperasi hingga kini sekaligus perumahan tua, yang masih satu kompleks menjadi daya tarik.
Belum termasuk hamparan kebun kopi dan aneka tanaman buah yang terpampang. Pemandangan semakin lengkap dengan keberadaan air terjun Grenjengan yang selama ini menjadi salah satu objek wisata agro Kebun Jollong.
”Kami tengah mengembangkan Kebun Jollong menjadi salah satu objek wisata andalan di Pati. Ke depan kami juga akan membuka wisata kebun petik, yang di dalamnya terdapat aneka tanaman buah yang dapat dipetik dan dinikmati langsung oleh pengunjung,” ujar Sinder Kantor PTPN IX (Persero) Kebun Jollong, Suryanto, baru-baru ini. Untuk mendukung itu, sejumlah fasilitas pendukung disediakan. Mulai dari penginapan, arena pemancingan, coffee shop, sarana olahraga, hingga outbound.
Kebun Jollong yang terletak 18 kilometer dari Kota Pati, tepatnya di Desa Sitiluhur, Kecamatan Gembong memiliki ketinggian 578-790 meter di atas permukaan laut dengan suhu berkisar 22-30 derajat celcius. Perkebunan Jollong berdiri sejak 1895 dan memiliki area konsesi budidaya kopi seluas 527,27 hektare.
Peninggalan Belanda
Dari sejarahnya, dulunya Kebun Jollong terdiri atas dua perusahaan yang dikuasi Pemerintah Kolonial Belanda dan kemudian dijual kepada perusahaan N VLanbouw My ”Goenoeng Rowo” dengan direksi di Belanda. Pada saat Jepang menguasai Indonesia, pengusaan perkebunan beralih ke tangan negeri Sakura yang dipimpin oleh Matyukawa dan Banonharjo Amijoyo.
Pada masa kemerdekaan, 1945 perkebunan ini dikuasi Pemerintah Republik Indonesia dengan nama perusahaan Perkebunan Republik Indonesia (PPRI) pada rentang 1945-1949. Pada 19 Desember 1949 kebun ini kembali dikuasi Belanda dengan nama N V Lanbouw My ”Goenoeng Rowo” dengan kantor pusat di Surabaya.
Ketika Belanda benar-benar pergi dari negeri ini, pada 1958 perkebunan Jollong kembali diambil alih Pemerintah RI dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Kebun Jollong masuk dalam PPN Jateng III.
Seiring berjalannya waktu perusahaan perkebunan di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan status dan penggabungan dengan berbagai jenis perkebunan. Hingga akhirnya muncul Peraturan Pemerintah RI No 14 tahun 1996 tentang Peleburan Perseroan (Persero), PT Perkebunan XV-XVI dan PT Perkebunan XVIII (Persero).
Berdasar regulasi tersebut PT Perkebunan XVIII (Persero) Kebun Jollong berubah menjadi PTPerkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Jollong. Saat ini, PTP IX Kebun Jollong melingkupi Kebun Jollong dan Pabrik Kertas. Hanya, Kebun Jollong begitu populer sebagai objek wisata.
Meskipun potensinya memadukan tawaran wisata sejarah, edukasi, dan alam. Infrastruktur menuju ke lokasi pun masih terbilang belum layak lantaran banyak ruas jalan yang rusak. ”Mudah-mudahan ke depan Kebun Jollong bisa menjadi kebanggaan Pati. Itu akan memberi manfaat bagi banyak kalangan

Tempat Duel Sunan Muria vs Dampo Awang Petilasannya ada di gunung Rowo


Petilasan gunung Rowo berada di sebuah danau keramat di Desa Sitiluhur, Kecamatan Gembong, Pati, Jateng. Istilah gunung rowo ternyata punya kisah tersendiri. Diambil dari 2 kata yakni gunung dan rawa (telaga) yang berada di atas gunung. Konon dalam legenda masyarakat Pati mempercayai lokasi ini tempat peperangan antara Sunan Muria melawan Dampo Awang. Benarkah demikian? 
Wilayah sekitar petilasan Gunung Rowo memang merupakan daerah perbukitan. Luasnya sekitar 300-350 hektar ini, konon dalam legenda rakyat Pati, tempat ini dipercaya sebagai arena peperangan antara Sunan Muria dan Dampo Awang. Sumber yang digali dalam folkor memang ada semacam konklusi yang menyebut, gagalnya bangunan Hindu itu akibat peranan dua tokoh Islam tersebut, yakni Sunan Muria dan Dampo Awang.
Dalam peperangan literatur sejarah disebutkan, Dampo Awang adalah orang kedua setelah Sam Poo Kong atau yang dikenal dengan laksamana Cheng Ho. Dalam sejarah dunia Ming Shi (sejarah dinasti Ming) memang tidak terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho.
Disebutkan bahwa dia berasal dari provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao. Nama ini dalam dialek fujian biasa diucap San Po, Sam poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, saat berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh dinasti Ming. Para pemuda ditawan, bahkan dikebiri, lalu dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana. Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (kini Beijing).
Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri. Dalam kurun waktu 1405-143, Cheng Ho memang pernah singgah di kepulauan nusantara selama 7 kali. Ketika berkunjung ke samudera Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh. Lonceng itu saat ini tersimpan di museum Banda Aceh. Tempat lain di Sumatera yang dikunjungi adalah Palembang dan Bangka.
Selanjutnya mampir di pelabuhan Bintang Mas (kini Tanjung Priok) tahun 1415 mendarat di Muara Jati (Cirebon). Beberapa cindera mata khas Tiongkok dipersembahkan kepada Sultan Cirebon.
Ketika menyusuri laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu, red) sakit keras. Sauh segera dilempar di pantai Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat pondokan. Wang yang kini dikenal dengan sebutan Kiai Jurumudi Dampo Awang, akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa di sana. Wang juga mengabdikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedong Batu. (bersambung)